Nasionalisme, Kemanakah?

By | 08.49 Leave a Comment
Sejarah telah mencatat dengan jelas bahwa para Founding Father and Mother bangsa 1001 pulau ini, Indonesia, berjuang menumpas kolonialisasi belanda dan militerisasi jepang tak lain dan tak bukan adalah karena kecintaan dan rasa memiliki yang tinggi terhadap bangsanya sehingga tidak rela jika bangsanya diinjak-injak oleh bangsa lain dan tidak terima jika saudara setanah-airnya dijadikan budak. Nasionalisme menjadi jiwa dari raga-raga para pendahulu kita yang sungguh luar biasa itu. Semua yang dimilikinya menjadi semacam sampah yang harus dibuang demi bangsa Indonesia.

Perbedaan Agama, Suku dan Kelas sosial dimasukkan kedalam keranjang sampah. Yang mereka pegang dengan erat dan dijunjung setinggi-tingginya adalah status ke-Indonesia-annya. Sehingga segenap rakyat bangsa Indonesia bersatu padu berjuang mewujudkan Indonesia yang merdeka dari segala bentuk penjajahan oleh siapapun dan apapun saja.

Seperti itulah para pendahulu kita, nenek moyang yang telah melahirkan kita. Dan seharusnya jiwa-jiwa mereka menjadi jiwa-jiwa kita sebagai penerus perjuangannya. Atau jika memang jiwa itu telah istirahat setelah jasadnya kembali kepangkuan bumi, maka seharusnyalah bagi para pewaris pejuangannya untuk mengajari jiwanya mencintai bangsanya seperti sesepuh kita. Atau jika terasa berat kita ikuti saja ajaran agama mayoritas penduduk negeri sepotong pulau dari surga ini, Islam: Mencintai Negara-Bangsa (Nation State) adalah sebagian dari Iman.

Bukankah manusia Indonesia semuanya beragama??? Namun yang terjadi sekarang sungguh sangat jauh dari apa yang telah sejarah tuliskan. Seakan-akan, manusia Indonesia kini adalah manusia yang tidak memiliki garis keturunan manusia-manusia yang mencintai negrinya sendiri dan isinya dengan sepenuh hati.

Sepertinya ada keterpotongan gen yang hilang entah kenapa. Yang jelas semuanya memiliki garis tebal pembeda antara manusia Indonesia Pra kemerdekaan dan manusia Indonesia pasca kemerdekaan. Garis pembeda itu begitu tebal sehingga amat sangat nyata. Kenyataan yang tidak perlu dibuktikan. Cukup rasakan dan saksikan lalu bandingkan dengan sejarah yang telah diberikan sejak sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).

Jika Presiden pertama kita, Ir. Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo dan pejuang-pejuang lainnya dengan gagah berani melawan setiap penjajahan melalui berbagai cara dengan mempertaruhkan hidup yang cuma sekali karena ingin melihat bangsa ini bermartabat dimata bangsa-bangsa lain, Karena tidak terima rakyat dijadikan budak, karena kekayaan alam Indonesia dicuri, karena menginginkan bangsa ini merdeka dari segala-galanya.

Mereka melakukan demi kepentingan bangsa, bukan kepentingan diri sendiri. Mereka melakukan demi kepentingan bersama bukan ambisi pribadi. 

Semuanya demi Indonesia, bahkan nyawa sekalipun diabdikan untuk memerdekakan Indonesia dari perbudakan yang dilakukan bangsa-bangsa biadab tanpa kemanusiaan dan penuh dengan penyiksaan dan penderitaan. 

Sehingga mereka tidak terima dan berontak. Berbeda halnya dengan para petinggi negri yang katanya para wakil rakyat dipemerintahan. Para wakil rakyat ini, malah menajadi benalu yang lambat laun akan menghancurkan bangsa ini, perlahan akan memusnahkan rakyat Indonesia dan pada akhirnya hilanglah nama Indonesia.

Ya, tindakan koruptif mereka menghancurkan segalanya, segala yang dicita-citakan oleh leluhur bangsa, semua harapan yang diinginkan para pejuang kemerdekaan.

Yang terjadi kemudian tidak berbeda ketika nagara ini dijajah oleh Negara lain. Rakyat sama-sama menderita, sengsara, menjadi budak segelintir manusia, harta kekayaan bangsa diambil untuk kepentingan pribadi saja, rakyat tidak bisa berbuat apa-apa meski katanya sudah merdeka sebab dibatasi oleh peraturan yang merugikan dan hanya menguntungkan pihak yang kuat baik karena kekuasaan atau karena perekonomian. Bedanya hanya satu, kekacaubalauan yang terjadi saat ini dilakukan oleh mereka yang dalam identitas KTP-nya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Sedangkan dulu karena bangsa lain yang tidak memiliki ikatan emosional apapun dengan kita. 

Inilah kenapa saya sebut seakan manusia Indonesia sekarang tidak memiliki silsilah biologis dengan manusia yang berhasil memerdekakan perbudakan bangsa yang dilakukan bangsa lain sejak abad 17 M lalu. Sebab, bukan hanya kaum elitenya saja yang tidak memiliki nasionalisme sehingga tega mengekploitasi rakyat dan kekayaan bangsa demi kepentingan pribadi saja. 

Bahkan, rakyat biasapun harus dipertanyakan rasa nasionalismenya dengan tanda tanya besar. Alasannya jelas dan buktinya tiap waktu selalu berulang, yaitu tiap pemilihan orang-orang yang bisa duduk dipemeritahan, meski belum tentu haknya yang dengan terang-terangan melakukan pembelian suara (Money Politic). Rakyat menerima dan memilih sesuai dengan intruksi dari sang pemberi tanpa memilah dan memilih, serta menimbang dan mempertimbangkan apakah nanti akan menjadikan bangsa ini sesuai dengan apa yang diharapkan pejuang-pejuang bangsa ini: berdiri diatas kaki sendiri (Berdikari), Bangsa yang bermartabat, bangsa yang tidak menjadi bangsa kuli diantara bangsa-bangsa dan harapan luhur lainnya. Entah ini adalah efek dari susuhnya hidup yang dijalaninya, yang jelas hal itu mencerminkan bahwa bangsa ini sudah tidak terlalu dicintai, cinta yang seharusnya diberikan pada sebuah tanah kelahiran yang darinya kita bertahan hidup dan ditanah itulah tanah dari jasad kita akan menyatu menjadi bumi bernama Indonesia. 

Kemanakah nasionalisme, apakah Ia ikut menjadi abu dan hanya menyisakan kenangan, harapan dan cerita seperti halnya para pejuang kemerdekaan yang hebat itu??? Sungguh naïf jika begitu dan sungguh terlalu apabila memang sengaja dibiarkan begitu.

Subhanllah!!! Seharusnya kita semua, warga Negara Indonesia membaca dan menghayati dengan sepenuh hati kisah pejuang bangsa yang rela mati demi harga diri bangsanya dan martabat rakyatnya. Bukan malah takut tidak hidup glamour lalu mengorbankan semuanya.

Saya bukannya fanatik ataupun menganggap pejuang kemerdekaan para dewa yang tanpa cacat kesalahan. Tidak. Namun kenyataan dan sudah menjadi fakta sejarah bahwa keluhuran dalam berbangsa dan bernegara yang dimilikinya menjadi pelajaran yang seharusnya diajarkan dan diamalkan. Lihat saja Bung Tomo, yang dalam kondisi fisik yang lemah karena sakit, beliau masih memimpin gerakan perjuangan mengusir para penjajahan. Itu satu contoh nyata.

Saksikanlah wahai para pejabat Negara, para rakyat jelata dan para Pemuda bahwa mereka melakukan itu semua atas nama cinta yang begitu mendalam pada bangsanya, rasa persaudaraan yang tinggi terhadap manusia setanah airnya hingga rasa sakitpun tak terasa. Bukankah cinta mengubah segalanya menjadi indah. Begitulah cinta mereka pada bangsanya. Semoga jiwa-jiwa nasionalisme mereka segera berinkarnasi kedalam setiap jiwa bangsa kita. Amin. Semoga?!!

0 komentar:

Posting Komentar