Demonstrasi-Reformasi-Demokrasi-Korupsi-Demonstrasi-Revolusi!!!

By | 10.54 1 comment
Pada tahun 1998 Gelombang demonstrasi dari hari ke hari telah melahirkan istilah “reformasi” diberbagai lini, terutama dalam pemerintahan. Soeharto yang kala itu menjadi simbol pembajak demokrasi melalui kekuatan subversifnya selama tiga puluh dua tahun harus bertekuk lutut pada kekuatan rakyat yang dulunya diinjak-injak.

Lahirlah reformasi yang diharapkan menjadi orang tua dari demokrasi dan pemerintahan yang bebas korupsi. Karena sebelumnya, sistem kenegaraan dan kepemimpinan orde baru hanya mampu melahirkan demokrasi yang prematur, tidak sehat lalu berakibat pada kematian yang mengenaskan.

Akibat kematian demokrasi pada masa orde baru, pemerintah masa itu menjadi penguasa tunggal tanpa kontrol dari rakyat sebagai jasad demokrasi. Maka terjadilah apa yang difirmankan Lord Acton, guru besar sejarah modern Universitas Cambridge Inggris abad 19, kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut (absolute power corrupt absolutely).

Bergulirlah demokratisasi yang bisa dimaknai sebagai perawatan demokratisasi yang lahir dalam keadaan prematur. Perawatan tidak berjalan maksimal. “Demokrasi tetap sakit” dengan berbagai bukti konkrit seperti masyarakat yang hanya dijadikan penonton dalam berbagai kebijakan pemerintahan, tanpa kekutan untukmerumuskan kebijakan pemerintahan yang sesuai dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.         

Mungkin, demonstrasi pada tahun 1998 hanya melahirkan “istilah reformasi” dan reformasi ternyata juga ‘sukses’ membuat “istilah demokrasi.” Kedua istilah itu tumbuh subur dan sering diucapkan orang-orang dari banyak kalangan.

Namun, istilah hanyalah istilah, hanya sekedar penamaan saja.  What’s in a name? That we call a rose by any other name would smell as sweet (Apalah arti sebuah nama? Meskipun kita menyebut mawar dengan nama lain, wanginya akan tetap harum,"), kata William Shakespeare.

Begitulah istilah reformasi dan demokrasi di negri ini. Meski mengklaim sebagai negara demokratis setalah melakukan reformasi, hal tersebut hanyalah sekedar penamaan yang miskin pemaknaan: ”Apalah arti sebutan negara demokratis jika roh demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi dari rakyat oleh pejabat dan untuk pejabat!”

Realita pemerintahan yang dari rakyat, oleh pejabat dan untuk pejabat tentu itu bukan demokrasi namanya. Sebab, demokrasi adalah yang dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Entah apa namanya jika seperti itu, mungkin juga bernama demokrasi namun demokrasi tanpa hati nurani.

Mungkin itu demokrasi produk -- meminjam istilah Cak Nun --  manusia keturunan Nabi Nuh saat istrinya kemasukan iblis. Yang dimaksud dengan manusia keturunan nabi Nuh saat istrinya kemasukan iblis adalah manusia Indonesia. katanya, para koruptor yang kena tangkap kemudian memakai kopiyah atau kerudung itu tanda manusia Indonesia keturunan Nabi Nuh saat istrinya kemasukan iblis, katanya.

Reformasi dan kemudian Demokasi sampai saat ini hanya istilah yang tidak tuntas kalah pada realitas.

Sedangkan korupsi, menjadi makhluk abadi, tidak pernah mati melenggak lenggok dengan santainya karena hukum tak mampu menindaknya. Korupsi selalu mampu berevolusi menyesuaikan dengan keadaan. Cerdas!

Dulu, korupsi diam-diam masuk dalam sistem karena sistem pemerintaha masa itu tertutup. Sekarang, korupsi terang-terangan karena sistem “keterbukaan” yang dianut pemerintahan. Korupsi mampu beradaptasi.

Tidak seperti reformasi dan demokrasi yang tak mampu “mengada,” korupsi bisa menjaga eksistensinya. Kecerdasan dan kemampuan korupsi beradaptasi dan bereksistensi mungkin karena faktor umur.

Dalam konteks Indonesia, korupsi lebih dahulu lahir dari pada reformasi dan demokrasi. Reformasi dan demokrasi atau tepatnya demokratisasi baru lahir pada Mei tahun 1998. Sedangkan korupsi – kalau kita mau positif thingking – dilahirkan ketika Soeharto berkuasa beberapa puluh tahun silam. Faktor umur tersebut mempengaruhi bagaimana mereka hidup di negri ini: yang lebih tua, otomatis lebih berpengalaman sehingga banyak memiliki pengetahuan  dalam mengarungi “kehidupan.”

Reformasi menginjak umur yang ke-16, begitupun dengan wacana demokratisasi. Namun tak ada hasil maksimal, mungkin karena terlalu muda. Sedangkan korupsi dengan umur berpuluh tahun tetap eksis dalam aktivitas kenegaraan. Atau juga karena reformasi dan demokratisasi itu masih terlalu muda untuk berani mengkritik korupsi atau bahasa sopannya, sungkan.

Jika demikian halnya, korupsi akan selalu unggul dari pada reformasi dan demokrasi yang masih bau kencur itu. Artinya, dinegri ini Korupsi bisa jadi akan jadi penguasa selama-lamanya.

Kondisi seperti itu seperti sepotong cerita yang kembali terjadi. Bedanya, dulu, korupsi bersifat sentralistik, sekarang desentralistik. Dulu korupsi dilakukan oleh Raja dan anak buahnya, sekarang PNS golongan rendah seperti Gayus Tambunan mengkorupsi miliaran rupiah.

Tentu, kondisi demikian mengundang reaksi dari rakyat Indonesia. diperparah dengan pengurangan subsidi BBM, telah mengundang reaksi beberapa elemen bangsa seperti mahasiswa dan buruh dari berbagai daerah turun ke jalan melakukan demonstrasi penolakan kebijakan tersebut.

Demonstrasi untuk yang kesekian kali. Entah apakah reformasi jilid dua lalu demokratisasi kedua atau memilih jalan yang lebih radikal, Revolusi! Ya, Revolusi!

Menurut cak Nun, peluang Revolusi Indonesia sangatlah besar. Karena nyatanya, manusia-Indonesia itu paling revolusioner dimuka bumi. Salah satu contoh revolusionernya jiwa Indonesia adalah beraninya mereka menderita dalam penindasan kebijakan pemerintahan. Contoh ke dua bisa dilihat dari mayoritas politisi dalam sisitem pemerintahan yang sangat kuat sekali menahan rasa malu atas kesalahan yang dilakukan: sudah jelas tertangkap sebagai maling negara, masih saja senyum sana-sini sambil melambaikan tangan seperti tanpa kesalahan.


Jika Revolusi itu terjadi, apapun jalan yang ditempuhnya, maka nasib seperti Revolusi saya ramalkan akan mengalami nasib yang sama dengan istilah reformasi dan demokrasi yang kalah bersaing dengan Korupsi dengan pengikut yang banyak sekali!

1 komentar: Leave Your Comments